panelarrow

Senin, 21 Maret 2011

Pecinta Alam

Makna Pecinta Alam, adalah adanya harapan untuk bisa memberikan kesejukan dan ketentraman bagialam dan orang-orang di sekitarnya, dengan prinsip "cinta" dan "konservasi alam".


Ingatlah prinsip penjelajah alam :



1. Take nothing, but pictures [jangan ambil sesuatu kecuali gambar].



2. Kill nothing, but times [jangan bunuh sseuatu kecuali waktu].



3. Leave nothing, but foot-print [jangan tinggalkan sesuatu kecuali jejak kaki].



harus selalu :



1.Percaya kepada Tuhan Yg Maha Esa.

2.Percaya kepada kawan.

3. Percaya pada kemampuan diri.

Sejarah Pecinta Alam dan Perkembangannya


Bila sejenak kita menelusuri dari belakang, sebetulnya manusia tidak bisa dipisahkan dari alam. Dari zaman prasejarah dimana mereka berburu dan mengumpulkan makanan, alam sudah merupakan rumah sejati bagi mereka, gunung sebagai sandaran kepala, padang rumput adalah alas berbaring mereka, dan gua adalah tempat bersembunyi paling aman. Namun karena manusia mulai mengenal budaya, mereka cenderung menganggap kehidupan di alam bebas adalah berat dan tidak begitu nyaman. Mereka mulai menghindari alam. 

Ketika keduanya bersatu kembali, maka saat itulah Pecinta Alam dimulai :


Pada tahun 1492 sekelompok orang Perancis dibawah pimpinn Anthoine de Ville mencoba memanjat tebing Mont Aiguille (2097 m), dikawasan Vercors Massif. Ketika itu belum jelas apakah mereka ini tergolong pendaki gunung pertama. Namun, beberapa dekade kemudian orang-orang yang naik turun tebing-tebing batu di Pgunungn Alpen adalah para pemburu Chamois (kambing gunung). Mungkin mereka itu pemburu yang mendaki gunung. Tapi inilah pndakian gunung yang tertua yang pernah tercatat dalam sejarah.

Di Indonesia sendiri, sejarah pendakian gunung dimulai sejak tahun 1623 saat Yan Carstensz menemukan Pegunungan yang sangat tinggi di beberapa tempat yang tertutup salju di Papua.  Orang Eropa inilah yang kemudian diabadikan namanya menjadi nama salah satu gunung digugusan Pegunungan Jaya Wijaya, yakni Puncak Cartensz.

Pada tahun 1786 puncak gunung tertinggi pertama yg dicapai manusia adalah puncak Mont Blanc (4807 m) Prancis n tahun 1852 Puncak Everest (8840 m) ditemukan. Oramg-orang Nepal menyebutnya Sagarmatha, atau Chomolungma menurut orang-orang Tibet. Puncak Everest berhasil dicapai pertama kali tahun 1953 melalui kerjasama Sir Edmund Hillary dari Selandia Baru dan Sherpa Tenzing Norgay yang tergabung dalam sebuah ekspedisi Inggris. Sejak saat itu pendakian ke atap-atap dunia pun semakin ramai.

Sejarah pecinta alam Indonesia dimulai dari sebuah perkumpulan yaitu Perkumpulan Pentjinta Alam (PPA) 18 Oktober 1953. PPA merupakn perkumpuln hobby yang diartikan sebagai suatu kegemaran positif serta suci, terlepas dari sifat maniak yang semata-mata emlepaskan nafsunya dalam corak negatif. Tujuan mreka adalah memprluas srta mempertinggi rasa cinta terhadap alam seisinya dalam kalangan anggota-anggota  dan masyarakat umumnya. Sayang perkumpulan ini tak berumur panjang. Penyebabnya antara lain faktor pergolakan politik dan suasana yang belum terlalu mendukung sehingga akhirnya PPA bubar di akhir tahun 1960. Awibowo adalah pndiri salah satu perkumpulan pecinta alam prtama di Indonesia mengusulkan istilh pecinta alam karena cinta lebhh dalam maknaya dari pada gemar/suka yang mengandung makna eksploitasi belaka, dan cinta mengandung makna mengabdi. "Bukankah kita dituntut untuk mengabdi kepada negeri ini?"

Sejarah pecinta alam kampus pada era tahun 1960-an. 


Pada saat itu kegiatan politik praktis mahasiswa dibatasi dgn kluarnya SK 028/3/1978 tentang pembekuan total kegiatan Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa yg melahirkan konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Gagasn ini awalnya dikemukakan Soe Hok Gie pada suatu sore, 8 Nopember 1964, ketika mahasiswa FSUI sedang beristirahat setelah mengadakn kerjabakti di TMP Kalibata. Gagasan Soe Hok Gie ini sendiri diilhami oleh organisasi pecinta alam yg didirikn oleh bebrapa orang mahasiswa FSUI pada tgl 19 Agustus 1964 di Puncak gunung Pangrango. Organisasi yg bernama Ikatan Pecinta Alam Mandalawangi itu keanggotaannya tak terbatas di kalangan mahasiswa saja. Semua yg berminat dapat menjadi anggota setelah mlalui seleksi yang ketat. Sayangnya organisasi ini mati pada usianya yang kedua. Pada pertemuan kedua yang diadakan di Unit III bawah gedung FSUI Rawamangun, di depan ruang perpustakaan, hadir pada saat itu Herman O. Lantang yg pada saat itu menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa FSUI. Pada saat dicetuskan, nama organisasi yg akan lahir itu IMPALA, singkatn dr Ikatan Mahasiswa Pecinta Alam.

Setelah bertukar pikiran dengan Pembantu Dekan III bidang Mahalum, yaitu Drs. Bambang Soemadio dan Drs. Moendardjito yang ternyata menaruh minat terhadap organisasi tersebut dan menyarankan agar mengubah nama IMPALA mnjadi MAPALA PRAJNAPARAMITA. Alasannya nama IMPALA terlalu borjuis. Nama ini dberikn oleh Bpk Moendardjito. Mapala merupakn singkatan dar iMahasiswa Pecinta Alam dan Prajnaparamita berarti dewi pengetahuan. Selain itu Mapala juga berarti berbuah atau berhasil. Jadi dengan menggunakan nama ni diharapkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh anggota-anggota akan selalu berhasil berkat lindungan dewi pengetahuan. Ide pencetusan pada saat itu memang didasari dari faktor politis selain dari hobi-hobi individual pengikut-pengikut juga dimaksudkan untuk mewadahi para mahasiswa yg sudah muak dengan organisasi-organisasi mahasiswa lain yang sangat berbau politik dan perkembangnya mempunyai iklim yang tak sedap dalam hubungn antar organisasi.


Dlm tulisin di Bara Eka 13 Maret 1966, Soe mengatakan bahwa :

“Tujuan Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali idealisme dikalangan mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam, tanah air, rakyat dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa yang tak percaya bahwa patriotisme dapat ditanamkan hanya mlalui slogan-slogan di jendela-jendela mobil. Mereka percaya bahwa dengan mengenal rakyat dan tanah air Indonesia secara menyeluruh, barulah seseorng dapat mnjadi patriot-patriot yg baik”

Banyak yang memandang sebelah mata pada organisasi ini dan terkadang mengatakan bahwa kegiatn-kegiatannya cuma bersifat hura-hura yang menghabiskan uang. Suara-suara itu semakin santer terdengar bila ada pemberitaan mengenai kecelakaan yg dialami oleh anggota Mapala pada waktu melakukan kegiatan di alam.

Dalam sebuah diskusi (artikel Kompas, Minggu 29 Maret 1992) kegiatn Mapala dapat dikategorikan sebagai olahraga yang masuk ke dalam kaliber sport beresiko tinggi. Kegiatannya meliputi mendatangi puncak-puncak gunung tinggi (pendakian gunung/mountaineering dan pemanjatan /climbing), turun dan masuk ke lubang gua di dalam bumi (penelusuran gua/caving), berhanyut bersama perahu di kederasan jeram sungai (pengarungan arus liar/rafting), keluar masuk daerah pedalaman yang paling dalam (penghijauan/konservasi) dan lain-lain.

Tak ayal lagi bahwa kegiatan ini beresiko tinggi dan setiap anggotanya harus memahami konsekuensi resiko yang pasti akan dihadapi dengan bergabung dalam organisasi ni.

Resiko yang paling berat adalah cacat fisik permanen dan bahkan bisa juga menemui kematian. Untuk bisa mempersiapkan diri menghadapi resiko yang tinggi ini, dibutuhkan kesiapan mental, fisik dan skill yang memadai. Berbagai macam latihan dan pengalaman terjun langsung ke alam dapat maminimalisir resiko yang akan dihadapi. Tapi yang pasti di luar itu semua masih ada yang lebih berwenang untuk menentukan hidup dan mati seseorang yaitu Tuhan Yg Maha Esa.



Pecinta alam atau Petualang ?

Dua nama, pecinta alam dan petualang seolah-olah merupakan satu kesatuan utuh yang tak bisa dipisahkan antara keduanya.

Namun kalau dilihat secara etimologi kata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia akan nampak kelihatan bahwa kduanya tak ada hubungn satu sama lain. Dlm KBBI, pecinta (alam) ialah orang yang sangat suka akan (alam), sedangkan petualang ialah orang yang suka mencari pengalaman yang sulit, berbahaya, mengandung resiko tinggi dsb. Dengan demikian, secara etimologi jelas disiratkan dimana keduanya memiliki arah dan tujuan yang jelas berbeda, meskipun ruang gerak aktivitas yang diprgunakan kduanya sama alam.

Di lain pihak, perbedaan itu tak sebatas lingkup “istilah” saja, tetapi juga langkah yang djalankan. Seorang pecinta alam lebih populer dengan gerakan enviromentalisme-nya, sementara itu, petualang aktivitasnya lebih lekat dengan aktivitas Adventure-nya seperti pendakian gunung, pemanjatan tebing, pengarungan sungai dan masih banyak lagi kegiatn yang menjadikan alam sebagau medianya.

Kini yang sering ditanyakan ketika kerusakan alam di negeri ini semakin parah di manakah pecinta alam? begitupun dengan para petualang yang menggunakan alam sebagai medianya? Bahkan tak jarang aktivitas “mereka” berakhir dengan trjadinya tindakan yang justru sangat menyimpang dari makna sebagai pecinta alam, misalkan terjadinya praktek-praktek vandalisme. Inilah sbenarnya yang harus dikembalikan tujuan dan arahnya sehingga jelas fungsi dan gerak mereka, sehngga akhrnya pun bukan benar-benar cuma sebagai ajang hura-hura belaka. keberadaaan mereka saat ini hampir belum mencirikan kejelasan arah gerak dan pola pengembangan kelompoknya. Jangankan mencitrakan kelompok-kelompoknya sebagai pecinta alam atau sebagai petualang pun tidak. Aktivitas mereka cenderung merupakn aksi-aksi spontanitas yang terdorong atau bahkan terseret oleh medan ego yang tinggi dan sekian image yang telah terlebih dulu dicitrakan, dengan demikian banyak di antara para “pecinta alam” itu cuma sebatas “gaya” yang menggunakan alam sebagai alat media pemuas nafsu belaka.

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak. Segala jenis komentar yang provokatif, menyinggung SARA dan berbau pornografi akan dihapus tanpa konfirmasi oleh admin. Terima kasih.

Copyright © PALAFI UNNES (Pecinta Alam Fisika) | Powered by Blogger
Design by AnarielDesign | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com